Artikel terbaru dari Solusimedsos.id

Ada masa di mana komedi bikin orang ketawa, bukan bikin laporan polisi. Tapi itu dulu, sebelum ada kamera depan, caption, dan netizen yang daya scroll unlimited. Sekarang, satu kalimat bisa jadi karier killer. Dan itulah yang sedang dirasakan oleh Pandji Pragiwaksono.

Jadi ceritanya, video lawakan Pandji tentang adat Toraja yang katanya cuma lucu-lucuan itu mendadak naik. Padahal materinya lama, udah bertahun-tahun lewat. Tapi di internet, waktu itu cair. Yang penting bukan kapan diucapkan, tapi siapa yang ngeshare duluan. Dalam hitungan jam, video itu berputar di mana-mana. Timeline penuh opini. Ada yang bilang “ini cuma komedi”, ada juga yang bilang “ini penghinaan budaya.”

Dan seperti biasa, netizen Indonesia langsung berubah jadi Komisi Nasional Kebenaran dan Ketersinggungan, tanpa perlu sidang, tanpa perlu bukti, cukup dengan kuota dan rasa tersinggung kolektif.

Yang lucu, begitu video itu viral, semua orang mendadak ahli adat Toraja. Timeline berubah jadi kelas antropologi digital. Ada yang menjelaskan makna Rambu Solo, ada yang marah, ada yang ngasih thread edukatif, dan ada juga yang cuma nimbrung biar dikira peka budaya.

Itulah internet, tempat orang bisa marah sekaligus menulis “RT dulu biar makin banyak yang tahu.” Padahal yang lebih menarik bukan isi leluconnya, tapi cara lelucon itu menyebar.

Satu potongan video, diambil tanpa konteks, diedit, dikasih caption “Lihat nih komika ini ngeledek adat!”  dan boom!

Engagement meledak, notifikasi berdering, dan semua orang berlomba jadi paling benar di kolom komentar.

Fenomena ini menunjukkan satu hal: di zaman sekarang, yang viral duluan menang duluan. Kebenaran nanti aja, yang penting engagement jalan. Dan lucunya lagi, sistem sosial kita kayaknya memang udah mulai bergantung pada viralisasi. Kalau kamu korban ketidakadilan, cara tercepat mungkin bukan lapor polisi, tapi bikin video. Kalau kamu pengen ngeluh soal pelayanan publik, bukan ke pengaduan resmi tapi ke TikTok. Kalau kamu pengen negara turun tangan, kamu harus trending dulu.

Selamat datang di Indonesia edisi “No Viral, No Justice.”

Kita jadi bangsa yang baru sadar ada masalah kalau masalah itu masuk FYP. Negara nggak lagi menunggu laporan, tapi menunggu retweet. Dan sayangnya, publik juga nggak menunggu klarifikasi, karena klarifikasi nggak pernah lebih menarik dari kontroversi. Sekarang, kalau kamu punya opini, harus cepat. Kalau kamu punya klarifikasi, terlambat. Kalau kamu diem, diserang. Kalau kamu nyerang, dikira pansos. Pokoknya di era digital ini, salah satu bentuk keberhasilan paling tinggi adalah disalahpahami secara viral.

Kasus Pandji dan Toraja ini sebenarnya bukan cuma soal adat dan komedi. Ini tentang bagaimana media sosial mengubah logika moral masyarakat. Kita nggak lagi bicara benar-salah, tapi ramai atau sepi.

Karena di dunia digital, perhatian = kebenaran. Kalau banyak yang lihat, berarti penting. Kalau nggak ada yang lihat, ya siapa peduli. Ironinya, banyak orang marah karena “budaya dilecehkan,” tapi di hari yang sama, mereka juga ikut share videonya biar rame. Jadi mereka marah sambil bantu memperluas jangkauan lelucon itu.

Hebat, bukan? Kita marah dengan sangat algoritmik.

Dan begitulah lingkaran viral bekerja. Konten lama naik lagi, emosi publik melonjak lagi, dan semua pihak berlomba-lomba cari spotlight moral.

Sampai akhirnya Pandji minta maaf. Tapi ya seperti biasa di internet, permintaan maaf bukan akhir cerita tapi babak baru komentar “nggak tulus” di reply tweet.

Sekarang, mari kita tarik napas. Masalahnya bukan cuma soal Pandji, bukan soal adat, tapi soal kita semua, pengguna internet yang hidup dari rasa penasaran dan notifikasi merah di pojok kanan atas. Kita haus informasi, tapi jarang haus verifikasi. Kita ingin cepat tahu, tapi nggak pengin benar-benar paham.

Dan itulah kenapa di dunia sekarang, yang punya kuasa bukan yang punya data, tapi yang punya perhatian. Yang bisa bikin orang berhenti scroll. Yang bisa bikin “hah, serius nih?” keluar dari mulut netizen.

Nah, di titik inilah Solusimedsos.id datang dengan pendekatan yang beda. Kami tahu dunia digital itu keras. Kami tahu kamu bisa tenggelam dalam keramaian, bahkan ketika niatmu baik.

Maka tugas kami sederhana: membantu hal-hal baik jadi ramai agar didengar lebih banyak orang.

Kami bukan bikin drama. Kami bikin perhatian. Bukan nyari sensasi, tapi memastikan pesanmu sampai.

Karena kalau ternyata yang benar saja bisa dikalahkan oleh yang viral, maka sudah saatnya yang benar juga tahu cara jadi viral.

Solusimedsos.id – Pusat Engagement Organik.

Facebook
Threads
WhatsApp
Scroll to Top