Pernah nggak, kamu cuma ngomong santai sama teman soal mau beli sepatu, lalu tiba-tiba iklan sepatu muncul di semua platform? Padahal belum sempat search di Google, belum klik marketplace, tapi iklannya sudah nongkrong di Explore. Rasanya seperti punya pacar posesif yang tahu semua keinginanmu bahkan sebelum kamu bilang.

Selamat datang di zaman ketika algoritma lebih mengenal kita daripada diri sendiri.

Ia tahu jam berapa kamu paling sering buka ponsel, berapa lama kamu berhenti di video lucu, dan topik apa yang bikin kamu scroll lebih lama. Ia bukan cuma mendengar, tapi juga menebak apa yang kamu pikirkan  Dan ya, semakin kamu pakai media sosial, semakin tajam instingnya. Tapi di balik itu, ada sisi menarik.

Algoritma tidak jahat. Ia hanya jujur terhadap data.

Kalau kamu sering melihat konten gosip, bukan berarti sistemnya suka drama mungkin kamu yang suka. Algoritma cuma memantulkan versi digital dari diri kita yang paling sering muncul. Masalahnya, kadang kita lupa siapa yang sebenarnya mengendalikan siapa. Kita yang posting untuk dilihat, lalu menyesuaikan diri agar disukai algoritma, sampai lupa bagaimana rasanya posting karena ingin berbagi, bukan sekadar tampil.

Lucunya, algoritma tidak memaksa. Kita yang berusaha jadi tipenya.

Tapi ada kabar baik:

kalau kita tahu cara membaca algoritma, kita bisa balik mengarahkan perhatian publik dengan cara yang sehat dan strategis. Itulah yang dilakukan para kreator cerdas dan brand modern mereka tidak melawan sistem, tapi menari dengan ritmenya. Di sinilah pentingnya memahami data, tren, dan perilaku audiens. Sesuatu yang bisa kamu pelajari, atau kalau mau lebih cepat, serahkan ke tim yang memang hidup di dalam algoritma setiap hari seperti kami di Solusimedsos.id.

Kami tidak menjual angka, kami membangun hubungan digital yang terasa manusiawi. Karena kalau algoritma bekerja berdasarkan data, kami bekerja berdasarkan rasa.

Kesimpulan

Algoritma memang pintar, tapi bukan tidak bisa dikendalikan. Selama kamu tahu apa yang ingin kamu sampaikan dan kepada siapa, algoritma justru bisa jadi sahabat terbaik bisnismu. Jadi, sebelum bilang “kok engagement-ku turun?”, mungkin saatnya bukan menyalahkan sistem, tapi belajar berbicara dalam bahasanya. Dan kalau butuh penerjemah algoritma ke bahasa manusia, kamu sudah tahu ke mana harus cari: Solusimedsos.id.

Facebook
Threads
WhatsApp
Scroll to Top