Lucu sekarang jadi mata uang baru. Setiap brand berlomba jadi kocak di media sosial. Caption-nya kayak teman nongkrong, adminnya sok santai, balas komen pakai slang anak muda. Kadang berhasil, kadang malah bikin audiens pengin bilang, “aduh, maksa banget sih.” Semua ini bermula dari kesuksesan beberapa akun yang benar-benar berhasil memecah jarak antara merek dan manusia. Tapi seperti tren apa pun, begitu banyak yang meniru tanpa mengerti konteks. Lucu yang dulu terasa segar, sekarang terasa seperti format. Formula yang sudah ketahuan: pakai bahasa gaul, tambahkan emoji, selipkan plesetan, dan harap engagement melonjak.

Masalahnya, algoritma mungkin tersenyum, tapi manusia tidak selalu tertawa. Menjadi lucu bukan dosa. Tapi menjadi lucu tanpa alasan, itu penyakit. Humor digital tidak lahir dari niat untuk terlihat “gaul”, melainkan dari kemampuan membaca situasi. Ketika brand berusaha terlalu keras meniru gaya bicara anak muda, audiens justru merasa dijual, bukan diajak bicara. Lucu yang sukses adalah lucu yang jujur yang datang dari karakter brand itu sendiri, bukan dari template yang diunduh bersama brief mingguan.

Ada perbedaan besar antara lucu yang spontan dan lucu yang dirapatkan.

Yang pertama membuat orang tersenyum tanpa sadar, yang kedua terasa seperti upaya desperado mencari atensi. Orang sekarang lebih peka dari algoritma. Mereka bisa tahu mana yang benar-benar ingin menghibur, dan mana yang sekadar ingin menjual sambil pura-pura akrab. Jika semua brand berlomba untuk lucu, maka satu-satunya cara menonjol adalah dengan menjadi jujur. Jujur bahwa tidak semua hal perlu dibuat bercanda. Jujur bahwa kadang, yang dibutuhkan audiens bukan tawa, tapi empati. Jujur bahwa menjadi manusia di media sosial lebih kuat daripada menjadi badut yang pandai melempar punchline.

 

Kesimpulan

Lucu memang bisa viral, tapi jujur bisa bertahan lebih lama. Ketika semua brand berbicara dengan nada yang sama, keaslian justru menjadi pembeda paling mahal. Jadi sebelum menulis caption lucu berikutnya, tanya dulu: apakah ini benar-benar suara brand kita, atau sekadar suara yang kita tiru? Karena di dunia yang serba bercanda, kejujuran adalah punchline yang paling langka.

Facebook
Threads
WhatsApp
Scroll to Top